
Yogyakarta,suarainfo.com —Di bawah cahaya temaram Ndalem Pujo Kusuman, Keparakan, Sabtu malam ,(5/7/2025), itu menjelma menjadi altar makna. Ruang Rupa Taman Sesaji Nusantara menggelar Workshop Sengkalan: Membaca Waktu, Menyulam Makna, peristiwa budaya yang menghadirkan sengkalan sebagai tafsir hidup, bukan sekadar hitungan tahun.

Para perupa, budayawan, dan masyarakat berkumpul meresapi “sengkalan” sebagai simbol, rupa, sekaligus narasi yang hidup dalam denyut budaya Jawa. Dalam ruang intim, mereka membaca waktu dengan mata batin, menyulam makna dari guratan angka yang tak hanya menyimpan sejarah, tapi juga jiwa zaman.


“Sengkalan itu sulaman waktu yang memuat pesan moral dan spiritual, dalam rupa, kita tidak hanya melihat angka, tapi juga jiwa zaman,”ujar Eko Hand, pegiat seni budaya sekaligus fasilitator acara.
Ia menegaskan, kegiatan ini adalah upaya merawat ingatan kolektif,menghidupkan seni bukan sebagai hiasan, melainkan penutur zaman yang menyentuh relung kesadaran.
Ruang Rupa Taman Sesaji Nusantara kembali menyuarakan peran seni sebagai cermin batin bangsa: estetika yang bersenyawa dengan makna, dan waktu yang ditulis dalam rupa.

Hangno Hartono, budayawan sekaligus pengamat sastra Jawa, menegaskan pentingnya peristiwa semacam ini dalam lanskap kebudayaan.“Sengkalan adalah peristiwa kebudayaan yang penting, terutama dalam ruang sastrawi Jawa. Kekayaan sistem operasi bahasa menunjukkan tinggi-rendahnya peradaban suatu bangsa.ini juga warisan kultural yang wajib kita jaga, lestarikan, dan distribusikan ke seluruh lini,dari aktor budaya hingga generasi muda,” ucap Hangno.
Ia juga menambahkan, bahwa melalui penyelenggaraan seperti Pameran Sengkalan, kalangan seniman dapat memperkaya referensi estetika yang berakar pada nilai-nilai budaya Nusantara.
“Untuk itu, event semacam ini bisa menjadi suluh bagi seniman, agar seni tak sekadar bentuk, tapi juga napas dari tradisi yang hidup,” ucapnya.

Ki Supriyadi Sapta Atmaja, Kepala Divisi Pawiyatan Taman Sesaji Nusantara, menjelaskan bahwa sengkalan bukan sekadar warisan simbolik, melainkan perangkat pendidikan kultural yang masih relevan untuk dibaca lintas zaman.”Sengkalan adalah ajaran yang membungkus nilai dengan simbol. Di dalamnya ada tuntunan, teguran, bahkan harapan,” ungkapnya.



“Melalui pawiyatan budaya seperti ini, kami ingin menumbuhkan kembali kesadaran akan pentingnya literasi simbol dan filosofi dalam membentuk watak kebangsaan.”paparnya.Baginya, membaca sengkalan adalah membaca diri sendiri,sebuah laku mawas yang dirajut melalui rupa, bahasa, dan ketekunan memahami waktu.
Penulis : (Raja)
Editor : (RM.Neutron Aprima)
Tinggalkan Balasan